Sabtu, 13 November 2010

Keselarasan Hidup di Desa Penglipuran


KEMBALI berlibur ke Bali atau yang pertama kalinya menginjakkan kaki di Pulau Dewata, jangan lupa untuk mengunjungi Desa Adat Penglipuran. Di desa yang tenang dan asri ini, Anda bisa merasakan udara yang sejuk sambil berbaur dengan keseharian warga setempat.
Bagi Anda yang baru berkunjung ke Bali, untuk merasakan suasana Bali sesungguhnya, desa ini merupakan salah satu pilihan menarik. Berada di sini, Anda akan disambut dengan keramahan dan sikap bersahaja dari warga desa.
Jika diperhatikan lebih seksama, topografi Desa Penglipuran sangatlah unik. Hampir mirip dengan sistem persawahan berundak-undak (subak). Yang memegang posisi sebagai tempat tertinggi adalah Gerbang desa. Begitu masuk ke dalam, kondisinya akan semakin landai dengan deretan rumah yang berjajar dari atas ke bawah.
Untuk menunjang kegiatan warganya, desa ini mempunyai jalan yang sangat bersih. Warga biasanya akan memadati jalan desa saat sore menjelang untuk sekedar melepas lelah setelah bekerja, bercengkrama dengan tetangga, atau melakukan adu ayam (tajen).
Keselarasan yang ada di desa ini tidak lepas dari konsep tata ruang yang disesuaikan dengan konsep tata ruang dalam agama Hindu. Wilayah desa terbagi menjadi tiga bagian yang disebut tri mandala.
Di pojok utara desa terdapat sebuah tempat suci (utama mandala) yaitu Pura Bale Agung (Penataran) yang menjadi kiblat umat Hindu. Selanjutnya, di bagian tengah terdapat taman dan pemukiman rumah penduduk (madya mandala). Dan bagian yang paling rendah (nista mandala), Anda akan menemukan kompleks pemakaman (setra).
Di desa adat yang terletak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut ini, juga terdapat awig-awig (peraturan) tentang kebersihan, sistem pembuangan limbah, dan juga pertamanan. Ini memungkinkan desa menjadi wilayah yang sejuk, bersih dan nyaman.
Bangunan rumah penduduk Penglipuran semuanya berupa rumah adat bali yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu barat dan timur. Semua rumah memiliki bentuk bagian depan yang sama. Bagian ini terbuat dari tanah untuk tembok dan bambu untuk bagian atapnya.
Pada bagian depan rumah, Anda juga bisa melihat angkul-angkul atau pintu gerbang yang berfungsi sebagai bangunan penjaga. Pada hari-hari suci keagamaan, bagian ini akan menjadi tempat sesajen dan digunakan sebagai tempat bersembahyang.
Sebagai penduduk desa adat yang masih memegang teguh nilai tradisi dan budaya, maka Anda bisa melihat aktifitas penduduk yang sedang melaksanakan ritual, baik ritual keluarga ataupun ritual desa. Hal ini dimungkinkan bila desa sedang melangsungkan prosesi agama atau upacara adat.
Menyangkut nama desa itu sendiri, ada beberapa arti yang diyakini masyarakat, yakni mengingat tanah leluhur, penghibur, atau relaksasi. Khusus makna yang terakhir, sejak zaman kerajaan di Bali, Desa Penglipuran sudah menjadi menjadi tempat peristirahatan.
Oh iya, meskipun sebuah desa, namun bila Anda datang sebagai wisatawan, uang sebesar Rp3.000 harus dikeluarkan sebagai tiket masuknya.
Untuk menuju Desa Penglipuran, Anda bisa menggunakan mobil atau motor karena terletak di jalan utama Kintamani-Bangli. Dari pusat Kota bangli, desa ini berjarak 6 kilometer arah utara. Sementara itu, bila dari Denpasar, desa ini berjarak sekitar 45 kilometer atau sekitar 1 jam perjalanan.

1 komentar: